Tuesday, October 30, 2007

Reuni dan Keprihatinan Lokal


Saat pulang mudik lebaran beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan bertemu dengan sebagian teman-teman SMA, awalnya sih dari obrolan di milis alumni angkatan kami, yang menanyakan kapan jadwal mudik masing-masing. Kebetulan saya orang yang beruntung beristrikan orang sekampung, jadi saya tidak dipusingkan dengan pengaturan "jatah" lokasi lebaran, paling-paling saya mengatur "jadwal bermalam", apakah di rumah mertua atau di rumah orangtua saya, kebetulan jarak antara rumah orangtua saya dengan rumah mertua hanya 15 menit perjalanan.

Bukan kebetulan bila saya mempunyai isteri orang sekampung, memang sejak dulu sudah menjadi planning saya ingin beristri orang sekampung, saya belajar dari pengalaman saudara-saudara, handai taulan yang memiliki pasangan yang beda kota asal sehingga kerepotan ketika musim mudik lebaran tiba. Yaaa boleh saja sih kalau dibilang itu hanya alasan saya, sebagai "jago kandang", yang hanya mampu menaklukan gadis sekampung. Ha ha.hahhhaaa... boleh saja, sah-sah saja.

Tapi yang menarik dari catatan mudik tahun ini adalah bahwa kampung saya memasuki atmosfir yang lagi trend belakangan ini, karena akan diselenggarakannya Pilkada. Kebetulan juga salah seorang kawan saya yang tinggal di tempat asal saya berkecenderungan atau berkepentingan dengan Pilkada tahun ini. Semangat angkatan atau esprite de corps tentu menjadi pertimbangan saya ketika saya concern dengan keprihatinan teman saya.

Meskipun tidak akan menjadi calon kepala daerah, tetapi teman saya prihatin dengan kecenderungan menguatnya kans dari salah seorang kandidat yang di mata dia, tidak kompeten memimpin kampung kami. Baginya sang kandidat tidak lebih dari orang yang gemar menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadinya.

Saya dan beberapa teman lain yang berada di perantauan kemudian sepakat untuk menciptakan suatu pemberdayaan kepada warga akampung kami agar tidak keliru memilih calon kepala daerah, saya belum bersikap memihak karena tidak memiliki referensi yang memadai tentang para kandidat, tapi kami sepakat bahwa warga kampung kami berhak mendapatkan pendidikan politik sehingga mereka tidak memilih kandidat yang tidak akan menyuarakan kepentingan orang banyak, terutama warga yang selama ini termarjinalkan.

Sekedar mengingat, betapa ada perbedaan fisik pada diri kami setelah 16 tahun berlalu, saya uploadkan foto terbaru kami.

5 comments:

Unknown said...

Sayah gaduh istri urang luar daerah sanes artina jagoan..he..he...
Moga-moga aya kesempatan berikutna ambeh tiasa ngiring kumpul2.
salam, ismet

Dina Rasidin said...

huhuhuhu pantesan.... emang niat ya, cari istri sekampung.. emang sih.. jaman begini, urusan ekonomi mudik kudu jd pertimbangan utama...hehehee

Widya Setiabudi said...

Kang Ismet, selamat telah menyunting gadis "interlokal" he he...

Widya Setiabudi said...

Itulah Uni Dina, mengapa dulu terasa dilematis, he he... he..

Dina Rasidin said...

wakkakaka... wah.. gak cerita siy kalo menghadapi dilema berat hihihihi
seandainya di share.. kan bisa dibagi bagi tuh dilema wekekekekeke... pak dosen pak dosen... teteuuuppppp jago diplomasi!