Sunday, November 25, 2007

Memilih dan Titipan Allah


Hari Sabtu yang baru lalu, saya memeriksakan kandungan isteri saya ke dokter kami di salahsatu RSIA di kawasan Pasteur. karena sudah memasuki bulan ke-5, maka kami akan segera dapat mengetahui prediksi dari jenis kelamin sang calon bayi kami, atau anak kedua kami.

Karena kami sudah memiliki satu jagoan, Haydar ---yang fotonya sering nampang di blog ini-- amat wajar bila kami bermohon untuk mendapatkan bayi perempuan. Namun hasil pengamatan USG menunjukkan bahwa sang adik, ternyata laki-laki. Alhamdulillah, dia kelihatan sehat.

Kecewakah kami ? Subhanallah, amat picik dan kejinya bila kami kecewa atas karunia ini, meskipun tadinya berharap mendapatkan bayi perempuan, kami tetap amat berbahagia, karena setiap anak, apapun jenis kelaminnya adalah manusia yang punya kesempatan menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Hikmahnya, kami bisa berhemat untuk baju bayi, mainan bayi, dan saya menjadi rebutan dua jagoan saya untuk bermain, di sela-sela rutinitas kerja saya, Thank God.

Kita sering mendengar atau berujar bahwa anak-anak ataupun semua yang --seolah-olah-- yang kita miliki, pada dasarnya adalah "hanya" titipan Tuhan. Kita tak berhak merasa memiliki secara mutlak anak-anak kita, sehingga kita berhak menentukan mau seperti apa anak kita sebagaimana keinginan kita.

Mari kita lihat mengapa alasan saya dulu menginginkan anak perempuan, ahhhh ternyata semuanya bermula pada egoisme saya semata, bahkan kehadiran anak-anak pun hanya sekedar memenuhi keinginan dan ego saya, bukan sebagai amanah yang dititipkan Tuhan kepada saya.
Waktu itu saya berpikir, bahwa kalau kita punya anak perempuan maka ---seperti tradisi kita di timur, baca:indonesia atau sunda--- ia akan dekat dengan kita, walaupun mereka kelak berkeluarga. Begini jelasnya, bila hari Lebaran tiba, maka sebuah keluarga berkecenderungan tinggal di keluarga sang isteri ---setidaknya ini tradisi di kami, orang Sunda--- , anak-anak laki akan tinggal lebih lama di rumah mertuanya dibanding rumah bapaak/ibunya. Ha ha.ha ha.. terlalu sederhana ya contoh saya ?!!

Tapi intinya adalah betapa sebenarnya saya lebih mementingkan diri sendiri, egois. Seorang anak lahir semata demi memenuhi keinginan sang oraang tua, apakah alasannya sesederhana seperti alasan saya, atau mungkin demi menjaga warisan kerajaan bisnis keluarga, pokoknya demi "kebahagiaan" orang tua. Lalu dimana letak keinginan dan hak sang anak ?

Bukankah ia adalah semata titipan Tuhan, yang tidak lain jalan kita untuk memperoleh ridla-NYa ? Bukankah mestinya saya menerima kehadiran anak tanpa reserve ?!!

Saya ingin merenungi lagi puisi Gibran berikut:

Dan seorang perempuan yang menggendong bayi dalam dakapan dadanya berkata, Bicaralah pada kami perihal Anak.


Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu
Kerana mereka memiliki fikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan cuba menjadikan mereka sepertimu
Kerana hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

2 comments:

Jaz said...

Wah iya betul pak Widya! Kadang selalu ada rahasia Allah yang kita tidak tahu kenapa anak kita harus berjenis kelamin itu. Aku juga dua duanya laki-laki. SEkarang dalam perantauan saya di Norwegia, dan hidup dengan alam yang keras, saya sering berpikir: mungkin ini sebabnya aku punya dua anak laki-alki. Lebih tidak cengeng, aku tidak takut membawa pada hidup yang keras karena suatu saat mereka juga akan menjadi ayah yang ahrus bertanggung jawab pada rumah tangganya. Mungkin kalau anak perempuan, saya tidak akan pernah tega membawa pada kehidupanku yang sekarang. Ah, banyak hikmah hikmah lainnya. Iya, mereka hanya titipan...

Dina Rasidin said...

Congrats Wid dengan kehamilan istri yang kedua.
kemaren taon baru saya sempet mampir ke bandung, maen sama Uthet alias Mega Nasution.
trus di Jakarta juga jalan bbrp kali sama Prita (ehm. kalo ini pasti inget kan?) hehehhee